Negeri ini sudah berkali –
kali mengalami berbagai macam persoalan. Semenjak merdeka pada tahun 1945,
telah berulangkali mengalami pergantian pucuk pimpinan. Mulai dari Soekarno,
Soeharto, BJ. Habibie, Gusdur, Megawati, SBY dan saat ini Jokowi. Peralihan
kekuasaanpun melewati beragam cara dan intrik politik. Bangsa kita pun telah
berkali – kali tercabik – cabik bendera persaudaraannya. Bangsa kita telah
saling berkelompok – kelompok dan bergolong-golongan.
Apa yang di alami oleh Neno
Warisman baru – baru ini, pernah juga di alami oleh para aktivis penggiat
demokrasi di zaman dahulu. Saya tidak perlu menceritakan semua kejadian yang
tentunya telah anda ketahui semua.
Kalau sudah mendekati Pilpres
itu biasa saling menghujat, saling sindir dan saling membuka aib lawan. Intinya
bagaimana membangun Pencitraan di Mata Masyarakat Pemilih. Di Era milineal ini
semua riak – riak perseteruan itu tidak hanya lewat Media cetak dan media
televise saja, namun paling terasa merambah adalah di dunia Maya. The
Cyberspace. Perseteruan itu sangat kentara dan terasa di Medsos. Entah itu
menggunakan Facebook, Twitter, Instagram, dan sejenisnya. Saling lempar hujatan
dan tanggapan para netizen itu lebih cepat daripada per nano detik.
Yang saya sayangkan, teman –
teman sudah tidak menunjukkan bahasa – bahasa yang santun dalam menulis status,
komen dan tanggapan. Selalu terpancing dengan emosi. Saya fikir sih wajar saja
kalau kelompok pendukung suatu calon menuliskan kehebatan barang jualannya.
Kita pun begitu. Namun sayangnya ketika sebuah pernyataan dibuat, tanggapan dan
komen pun berhamburan, baik yang pro dan kontra. Nah kalau tidak senang di
koment, ya dimatikan saya tools komennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar