Senin, 03 November 2008

DILEMA SUKU ASIMILASI

By Muhammad Yusni
Sedikit orang yang tahu dari suku mana diriku berasal, kebanyakan meleset daripada yang benar. Ada yang menduga saya adalah orang Jawa, ada juga yang menyangka orang Bugis, Menado, bahkan orang Medan. Tapi saya tidak pernah mempermasalahkan saya dari suku mana, kalaupun jika orang ada yang memaksa kepingin tahu, maka saya akan katakan kalau saya adalah orang Kalimantan, tanpa menyebutkan lanjutannya. Karena memang saya merasa sudah menjadi orang Kalimantan. Dan saya tidak akan mengatakan Barat, Tengah, Selatan ataupun Timur. Karena saya sudah menyatu menjadi Kalimantan. Betapa tidak, saya benar – benar sudah menyatu, Bapak saya orang Kalimantan Selatan, Ibu saya orang Kalimantan Tengah, saya sejak kecil sudah lama di Kalimantan Timur dan Ibu sayapun kini tinggal di Calon Kalimantan Utara. Sempat saya dulu berolok – olok, mudah – mudahan dapat isteri orang Kalimantan Barat, biar saya benar – benar lengkap. Namun jodoh menentukan lain, saya harus menikah dengan Orang Jawa. Isteri saya itu campuran pula, Bapaknya Jombang, Ibunya Cilacap. Jadilah anak – anak saya mewarisi begitu banyak suku. Kalau Saya telah menjadi Suku Kalimantan, maka anak – anak saya telah meng-Indonesia. Kalau istilah ilmiahnya Berasimilasi. Oleh karena itu saya bukan berantipati kepada saudara – saudaraku yang membentuk berbagai macam Paguyuban Suku – suku, namun akan timbul pertanyaan mau masuk Paguyuban apa saya ini ? Dan orang seperti saya bukan hanya satu, tapi jumlahnya juga sudah jutaan orang. Begitu banyak anak – anak Indonesia yang dilahirkan dari hasil percampuran beragam suku yang ada di Indonesia. Dinamakan suku apakah kami ini ? kemanapun jelas tidak masuk, tapi kami adalah bagian tak terpisahkan. Misalnya saya, apakah lalu saya bisa disebut suku Bakap ( Banjar – Kapuas ) ? Anak saya disebut Bakapuja ( Banjar – Kapuas – Jawa ) ? Bagaimana jika Bapaknya Timor mamanya Jawa ? Apakah disingkat Morja ? Bagaimana Jika Bapaknya China mamanya Dayak ? apakah disebut Chinday ? Bingung kan ? Sementara darah tidak bisa sekedar dinisbatkan ke Ayah atau ke Ibu saja, tapi harus keduanya. Iya khan ? Nah, karena itu saya terus terang merasa “ Sakit Hati” jika ada orang suka membeda – bedakan suku dalam kehidupan ini. Menganggap suku tertentu pintar, pandai dan ahli, sementara suku lain dianggap bodoh, kasar dan tidak pandai berkerja. Dan Alhamdulillah sampai sekarang saya tidak pernah memilih suku dalam berteman, tidak pernah menganggap suku lain lebih rendah dari saya. Karena setiap manusia suku apapun dia tetap seorang manusia. Manusia yang sempurna selaku Kalifah dimuka bumi ini. Salam dari Suku Asimilasi. 22 Maret 2008. In one night.