Jumat, 16 Mei 2008

MAKNA MIMPI DIMATA RAKYAT KECIL


Setiap jam makan siang, biasanya saya pergi kesebuah Warung Makan disalah satu pojok Pasar Rakyat . Di Warung itu biasanya selalu penuh dikunjungi oleh berbagai elemen masyarakat. Mulai dari tukang beca, tukang sayur, pegawai negeri, buruh kasar, dan salah satunya adalah saya.
Dengan hanya uang lima ribu, perut kita sudah sangat kenyang, dengan variasi ikan yang lumayan. Kalau ditempat lain mungkin menghabiskan uang antara 10 ribu hingga 15 ribu dengan porsi yang sama di warung pojok ini. Pemiliknya adalah sepasang suami isteri separo baya. Kalau tidak salah keduanya adalah suku Banjar, saya bisa menebaknya dengan baik, karena kentara dengan logat yang mereka gunakan. Biasanya saya memesan Ikan bakar atau ikan haruan goreng kegemaran saya.
Selama beberapa kali saya kesana, saya sering memperhatikan dengan baik manusia – manusia yang biasa berkumpul disitu. Mereka biasanya terbagi beberapa kelompok. Ada yang main judi disamping warung. Biasanya main judi kartu atau dadu. Lalu ada yang menjadi Bandar Lotto atau kupon putih. Nah, yang menarik adalah, setiap kali ada yang mau membeli angka, biasanya pembicaraan selalu diawali dengan pertanyaan, “ Mimpi apa tadi malam ? “ atau “ Apa kisah mimpi kita tadi malam. “
Biasanya yang orang yang ditanya, langsung bercerita tentang mimpinya semalam. Setelah cerita selesai, maka ada satu atau dua orang lalu mengambil kertas dan mulai merumuskan arti mimpi – mimpi tadi. Dan setelah dirumus dengan sekian banyak rumus aneh tentunya dengan rumus yang tidak dikenal dalam dunia rumus matematika, fisika ataupun rumus kimia. Maka akan muncul kombinasi – kombinasi angka dengan tiga angka, empat angka atau dua angka. Jika nanti ada yang lagi yang punya mimpi, maka acara rumus – merumus dilanjutkan lagi. Setelah itu maka mulai acara transaksi dengan Bandar kupon putih.
Jika ditarik garis hitam diatas putih, maka kita melihat sebuah fakta. Ternyata masyarakat kita sangat pintar memahami makna mimpi dan melakukan digitalisasi angka sebagai output dari hasil kumpulan mimpi – mimpi tadi. Bahkan saking ahlinya, mereka hafal, mana angka sial, mana angka keberuntungan, mana angka yang enggak mungkin keluar, dan seabreg kemungkinan lainnya.
Disini saya tiba – tiba menyadari, betapa mimpi ternyata memegang peranan penting didalam masyarakat kita. Seolah – olah tanpa mimpi, maka mereka akan kesulitan untuk membeli nomor. Nomor disini bisa dalam berbagai bentuk , baik kupon putih maupun lottre dan sejenisnya. Bahkan di lingkungan tertentu, jual beli kupon putih ini sudah menjadi bagian dari kehidupan. Jadi rasanya sangat sulit untuk diberantas. Hampir 75 persen pembicaraan diwarung pojok hanya seputar itu. Dan jangan coba – coba untuk mengarahkan pembicaraan, Karena sudah bisa diprediksi, pembicaraan akan kembali memutar keurusan angka dan mimpi.



DILEMA SEBUAH BAKAT



Rutinitas harian yang sangat menyita waktuku, membuat aku telah melupakan bakat terpendamku yaitu mengarang. Dulu sewaktu SD aku sudah senang mengarang. Pelajaran yang paling kusenangi adalah pelajaran Bahasa Indonesia, karena ada materi mengarangnya.
Kebiasaan itu berlanjut sampai tingkat SMP dan SMA. Apa saja kutulis, mulai dari cerpen, puisi, artikel, dan catatan perjalanan. Namun aku tak pernah mengirimkannya ke Media cetak. Semuanya kunikmati dan kukoleksi sendiri. Untuk memperdalam kemampuan mengarang, aku melahap semua jenis bacaan, baik novel, roman, biografi, komik, majalah, Koran bekas, dan apa saja yang bisa dibaca. Oleh karena itu aku dewasa terlalu cepat.
Ketika aku masih duduk SD, teman – temanku rata – rata anak SMA, begitu juga ketika duduk di SMP, teman – temanku justeru orang dewasa. Sampai – sampai ada seorang guru berbicara kepadaku, bahwa ia lebih senang ngobrol denganku ketimbang dengan orang dewasa lainnya. Katanya aku kalau ngomong selalu nyambung, walau yang dibicarakan adalah topic yang berat – berat.
Buku bacaanku rata – rata bacaan yang berat – berat, seperti buku – buku filsafat dan tasawuf, biografi tokoh – tokoh terkenal seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Mahatma Gandhi, dan sejenisnya.
Teman – temanku di SMA menganggap aku murid aneh di kelas. Hampir semua pertanyaan guru mampu kujawab dengan gampang. Bahkan ketika ujianpun, aku adalah siswa yang selalu keluar duluan sebelum bel ujian selesai, termasuk ketika aku ikut Ebtanas tahun 1993, pengawas terheran – heran melihat hasil pekerjaanku yang sudah selesai padahal waktu ujian baru berjalan 30 menit. ( sementara bagiku itu waktu yang terlalu lama )
Lalu apa hubungannya dengan bakat mengarang ? Jelas berhubungan, semua hal yang kuceritakan diatas tadi semuanya berhubungan. Karena ingin meningkatkan kemampuan mengarang, maka aku melahap semua jenis buku bacaan, sehingga aku memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh anak seusiaku, dan buntutnya aku menjadi cerdas dan gampang mencerna pelajaran.
Bukankah kunci kepintaran adalah membaca ? Bukankah kunci ilmu adalah membaca? Namun dengan seiringnya perjalanan usia, karena sibuk mencari nafkah hidup, aku sudah lama tidak lagi menulis. Waktu yang ada lebih banyak kugunakan untuk mengerjakan hal – hal yang berhubungan dengan pekerjaanku. Sehingga tidak ada lagi waktu untuk menulis. Bahkan sepanjang tahun terakhir ini rasanya aku sudah tidak pernah lagi membuat puisi, sebuah kebiasaan yang dulu pernah kulakukan yaitu mengarang sebuah puisi dalam satu harinya. Kalau lagi mood aku bisa sampai membuat 7 atau 10 puisi seharinya.
Dalam sebuah acara di Bali, aku bertemu seorang Mahasiswa Aktivis asal salah satu perguruan Swasta di Jakarta. Dalam pertemuan 1 jam itu kami membahas banyak hal mengenai kondisi politik sekarang, sampai akhirnya merambat kemasalah tulis menulis. Saat itu kukatakan kepadanya, bahwa aku telah tiga tahun terakhir ini tidak pernah lagi menulis. Bakat menulis telah kubunuh dan kukubur dalam – dalam. Alasanku, tulisan itu setajam pedang. Jika kita salah dalam menulis, apa bukan malah menimbulkan fitnah dan bencana ? Salman Rusdhie hidup ditempat persembunyiannya hanya gara – gara novelnya The Satanic Version ? Darwin menimbulkan fitnah dimana – mana gara – gara menulis teori evolusinya ? dan banyak tokoh lain yang terpaksa mendekam dipenjara gara – gara tulisannya.
Oleh rekan tersebut, saya habis diceramahinya. Katanya : Bakat menulis adalah sebuah berkah yang seharusnya digunakan dan dikembangkan. Bahkan ia menawari saya untuk berkomunikasi lewat emailnya agar bisa melanjutkan pembahasan mengenai topic tersebut.
Setelah pertemuan itu, aku cuman tersenyum – senyum sendiri. Aku telah berhasil membuat polemic dalam pikiran teman tadi. Padahal aku hanyalah memancing opini. Menurutku menulis adalah sebuah pekerjaan yang menyenangkan, selama tidak membuat tulisan yang justeru menimbulkan fitnah apalagi menyebarkan kebohongan – kebohongan. Semoga aku bukan termasuk orang yang menyebarkan kebohongan lewat tulisan – tulisanku.

Rabu, 07 Mei 2008

MAAFKAN AKU JIKA AKU TAK SEPERTI KALIAN


Aku bukan sombong atau takabur. Aku sengaja memilih jalan hidupku seperti ini. aku memang sengaja menghindari kekayaan. aku memang sengaja tak suka menjilat pantat para pejabat hanya demi seonggok uang. aku memang sengaja tidak ikut - ikutan kalian menumpuk kekayaan. karena aku begitu takut kepada sang khalik. rumahku sederhana dan tidak semegah milik kalian. hartaku sedikit, tilamku tilam bekas. piring dan gelas bekas. tong air bekas. semuanya bekas. bahkan isteriku kuajari untuk tidak kemaruk perhiasan. kuajari untuk berjualan dengan bijak, bukan mengejar keuntungan. tapi sekedar memenuhi kebutuhan itu hari. Jangan Paksa aku untuk merubah diriku, karena aku dan isteri serta anak - anakku akan tetap berjalan begini dan tidak perduli dengan semua perhiasan dunia ini. kami hanya mengambil sebatas keperluan kami. sisanya silahkan kalian ambil dan simpan dipundi - pundi kekayaan kalian. kami hanya mengharap ridho dan rezeki dari Sang Khalik, yang telah memelihara dan menanggung kami selama ini.