Selasa, 06 Oktober 2020

DUNIA TAK SELEBAR DAUN KELOR

 By : M.Yusni.MS

Namaku Irfan Handoko, biasa dipanggil singkat Irfan. Aku saat ini masih duduk di bangku kuliah semester III, jurusan Sistem Informasi di sebuah Kampus ternama di Samarinda. Jadwal kami kuliah, biasanya mulai jam 16.30 sampai malam jam 21.00. Kalau dosennya lagi mood, biasanya bisa sampai jam 22.00, baru bubar. Tapi kalau lagi pas datang baiknya, masuk cukup 15 menit, abis itu sudah pulang.

Dan hari ini, hal itu terjadi, alangkah senangnya kami langsung bisa pulang. Bukan apa – apa sih, para mahasiswa yang ada dikelasku adalah kelas pekerja. Mereka rata – rata kerja kalau siang. Sehingga untuk turun kuliah, adalah sisa – sisa energy saja. Begitu pula aku, disamping bekerja sebagai guru, aku juga seorang admin di sebuah sekolah tingkat SLTA. Bayangkan energy yang harus aku keluarkan.

Sebenarnya aku tidak ingin kuliah lagi. Namun karena tuntutan sebagai seorang guru, aku harus melanjutkan kuliah lagi. Karena sebenarnya beberapa tahun sebelumnya, aku sudah kuliah di jurusan Manajemen Pemasaran. Kemudian karena sebuah keadaan, aku akhirnya menjadi guru di sebuah sekolah tingkat SLTA nun jauh di perbatasan Kutai Kartanegara dan Samarinda. Persyaratan sebagai seorang guru haruslah S1, jadilah aku terpaksa kuliah lagi. Pilihannya Cuma dua, kuliah lagi atau berhenti kerja.

Ketika sedang asik memasukkan buku dan pulpen kedalam tas ransel, tiba – tiba HP-ku bordering nyaring dengan nada jadulnya. Ketika kuangkat ternyata terdengar suara perempuan. Nomor ini sama sekali tidak terdaftar dalam kontakku.

“ Siapa ini “ Tanyaku penasaran.

“ Aku, masa kamu lupa dengan suaraku.” Tanya suara di seberang sana.

“ Memang kayaknya aku kenal suaramu. Tapi sumpah, aku benar – benar lupa siapa ini?” kejarku lagi. Aku kemudian melangkah keluar dari kelas.

“ Hay,” Sapa Silvi, teman satu kelas.

Aku memberi kode say hello juga dengan bahasa isyarat.

“ Malam ini ada waktu, nggak? “

“ Ada.” Sahutku makin penasaran.

Suara wanita itu kemudian terdengar membisikkan sebuah tempat yang lamat – lamat aku ingat, namun dulu sering kudatangi bersama seseorang.

“ Satu jam ya.”

“ Oke.”

Setelah bertarung dengan debu, asap motor dan gelapnya malam, akhirnya aku sampai di depan sebuah Café di bilangan Jalan Juanda. Suara Ariel Noah terdengar mengalun menyambut langkah kakiku ketika masuk kedalam café tersebut. Di dalamnya hanya Nampak beberapa orang pengunjung. Dan di meja ujung agak dekat jendela kaca, aku melihat seseorang yang selama ini sudah “belajar” untuk kulupakan, namun tetap melekat jauh di bawah sadarku. Wajah itu adalah milik Wulan. Mantan yang ke …. entah keberapa.   

Tapi mantan yang satu ini, memiliki kisah berbeda dengan mantan – mantan lainnya. Hubunganku dengan Wulan cukup bertahan lama. Hubunganku dengannya pun aneh. Karena aku sendiri sudah punya pacar lain. Sedangkan Wulan juga sudah punya tunangan dan juga pacar gelap lainnya. Tapi anehnya, hubungan kami tetap terjalin bagaikan sepasang kekasih sejati.

Wulan sudah kukenal sejak aku masih SLTA. Awalnya kami hanya punya hubungan sekedarnya. Alias hubungan antar sesama anggota sebuah organisasi pelajar yang sama – sama kami ikuti. Namun hubungan itu makin lama makin terjalin kuat. Sehingga aku kesulitan untuk meninggalkannya.

Hubungan kami akhirnya putus, ketika aku dan dia terlibat pertengkaran hebat, dan aku kemudian memutuskan untuk berpisah. Karena aku sudah tidak bisa lagi memahami hubungan kami. Bagaimana dia bisa mencintai aku, tetapi dia juga tetap bersama tunangannya dan satu orang pacar gelapnya. Disuruh memilih ia bingung. Semenjak itu aku dan dia putus hubungan.

Karena aku kemudian sibuk kuliah di sebuah kampus di bilangan jalan juanda.