Selasa, 16 Mei 2017

KISAH HIDUP SEORANG INSAN DHOIF

Saya lahir diatas sebuah batang kayu yang bernama rumah lanting di sungai alalak, brangas, Kalimantan selatan, tepat pada subuh yang indah hari Rabu tanggal 10 November 1971. Orang sedang ramai memperingati hari Pahlawan ketika itu. Tidak ada yang aneh, kecuali fakta bahwa tubuh saya ketika bayi berbelang merah dan putih. Kemudian saya diobati oleh para tetua kampong saya ketika itu, sehingga kemudian kulit saya kembali normal seperti bayi – bayi lainnya.

Sebagaimana bayi yang lahir di kampong pedalaman Kalimantan, saya pun mendapat beberapa wasiat. Antara lain yang saya ketahui adalah, bahwa saya di prediksi akan meninggal Karena di patuk ular atau mati tenggelam di lautan. Karena itu saya disuruh menjauh dari dua tempat tersebut, yaitu hutan belantara dan lautan. Hal yang kedua adalah, saya dilarang keras memakan keong mas. Karena itu merupakan pantangan untuk penyakit saya tadi. Ada hal yang ketiga ? saya tidak tau.

Kehidupan saya masih bayi, tidak banyak saya ketahui, karena ingatan saya belum terlalu kuat. Yang saya ingat, hanyalah sebuah kejadian terjadi kebakaran didekat lanting rumah saya. Itu saja yang saya ingat.

Tahun 1985, saya bersama keluarga pindah ke sebuah tanah harapan bernama Bontang. Papa saya diterima berkerja di sebuah PT yang baru buka bernama PT. Bethel Indonesia. Seingat saya beliau di terima sebagai sopir. PT. Bethel kemudian berubah menjadi PT. Badak Indonesia LNG. Alhamdulillah kehidupan kami mulai beranjak baik. Gaji Papa ketika itu berkecukupan. Aku sendiri di sekolahkan di SD. Vidatra Bontang.

Tepat usia yang ke 10, terjadilah sebuah peristiwa yang merubah kehidupanku.  Malam itu Papa pulang membawa seorang Wanita kerumah. Dan memperkenalkannya sebagai isteri kedua beliau. Betapa marahnya Mama malam itu. Terjadilah perang dan cekcok perkepanjangan. Aku kemudian dibawa Papa ke rumah temannya. Namun entah mengapa malam itu bapak tiba – tiba mengajak aku pulang ke rumah. Dan fakta yang mengejutkan kami berdua adalah, mama telah terkapar diatas sajadah dengan mulut berbuih racun serangga.
Malam itu juga mama langsung dilarikan kerumah sakit Bontang. Untunglah dengan kesigapan para dokter, nyawa mamaku tertolong.

Dan setelah kejadian itu, terjadilah proses perceraian antara Mama dan Papa. Aku kemudian di bawa mama pulang ke Kuala Kapuas Desa Barimba. Aku kemudian dititipkan dirumah Kakek dan Nenekku. Mama sendiri kemudian menghilang entah kemana. Hanya sekali -kali ia mengirim uang lewat pamanku.

Aku kemudian bersekolah di SD Barimba. Baru berjalan setahun, suatu hari tiba – tiba kakekku dari pihak Papaku datang menjemputku dan membawaku ke Banjarmasin. Katanya aku mau di sunat. Akupun mau saja ikut beliau. Karena ia berjanji akan memepertemukan aku dengan papaku.

Dan memang benar saja, di Barimba, aku bertemu kembali dengan Ayahku bersama isteri keduanya. Setelah satu minggu habis disunat, aku kemudian diajak ayah ke Balikpapan. Di sana aku dipertemukan dengan mamaku. Ternyata mamaku selama ini berada di Balikpapan. Aku kemudian melanjutkan sekolah dasarku di Balikpapan. Dan tinggal bersama mamaku di sana.

Baru satu tahun berselang, mama berkata kalau dia mau menikah lagi. Entah kapan menikahnya, kemudian aku diajak pindah ke Bontang. Di sana aku bertemu dengan Ayah tiriku untuk pertamakalinya. Di Bontang, kami tinggal di daerah Brebas, dibelakang sebuah penginapan yang bernama Wijaya. Sempat beberapa bulan di sana. Sebagai anak yang masih kecil, aku cukup di sayang oleh kedua orangtua tersebut.

Kemudian kami pindah ke Samarinda. Di Samarinda inilah, akhirnya SD bisa kuselesaikan. Bayangkan SDku saja sampai 4 tempat. Kemudian aku lanjut masuk ke SMP Setia Agung Samarinda. Dan lanjut ke jenjang SLTA di SMA Muhammadiyah 2 Samarinda. Kami cukup lama tinggal di Teluk Lerong Ilir Samarinda ulu, dibelakang kantor kelurahan. Mamaku saja sempat memelihara 3 bayi tetangganya. Sampai pada suatu ketika, Papaku di terima berkerja di Tarakan. Mamaku kemudian menyusul ke Tarakan. Karena di sana mereka ambil 1 buah rumah di Perumahan BTN PT. Intracawood Mfg.

Tinggal aku sendiri di Kota Samarinda, melanjutkan kuliah di STIE Muhammadiyah Samarinda, mulai tahun 1993 sampai 1998. Rentang waktu yang sangat lama. Tahun 1998 akhir aku menikah dengan salah satu mahasiswi STIEM anak Mapala. Tahun 1999 lahir anak pertama kami. Kemudian tahun 2000 lahir anak kedua dan tahun 2002 lahir anak lelaki yang gendut dan bulat, mirif sinchan masih bayi.

Awalnya aku berkerja di Akper Muhammadiyah sebagai tenaga pembantu umum. Malamnya buka kantin di STIE Muhammadiyah. Karena ada kewajiban sebagai penerima beasiswa harus membantu kerja bakti di kampus. Maka saya dan beberapa teman, kalau malam membersihkan 8 kelas setiap malamnya.

Aku dan teman – teman tinggal di Asrama di bagian belakang kampus. Kami ada 5 mahasiswa yang menempati asrama tersebut.  Ketiga anakku semuanya lahir disana. Sampai kemudian kami akhirnya dihimbau untuk mengosongkan asrama tersebut, karena konon katanya akan di bangun mesjid.