Selasa, 30 Oktober 2018

PEMBERDAYAAN BAITUL MAL MESJID

Zaman Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya, peran masjid sangat penting. Disamping sebagai tempat ibadah utama dan sunnah, masjid juga digunakan sebagai wadah pengkaderan, penanaman doktrinasi, pembahasan masalah – masalah keumatan, sampai ke masalah – masalah ekonomi social kemasyarakatan. Dan yang paling fenomenal diantaranya adalah, baitul mal masjid. Lewat baitul mal inilah upaya – upaya pengentasan masalah keuangan ekonomi masyarakat dilakukan.
Semua zakat, infak dan sadaqah masuk baitul mal, untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, khususnya yang masuk kategori 7 orang penerima ZIS. Beda dengan baitul mal masjid di zaman sekarang ini. Kebanyakan ta’mir masjid tidak memahami. Kadangkala ada kas masjid yang sampai ratusan juta, namun sama sekali tidak bermanfaat. Kadang ada disekitar masjid, kaum dhuafa yang kelaparan, anak – anaknya tidak sekolah, atau kekurangan baju. Namun lucunya masjid justeru megah dan berkilauan. Kas baitul malnya ratusan juta. Sebuah ironisme…
Dalam sebuah dialog singkat saya dengan salah satu calon senator Kaltim lewat sms. Saya katakan, ada seorang teman sedang terlilit utang rentenir, apakah sampean ada solusinya. Jawaban beliau singkat, buntu dan tidak ada solusinya. Kecuali para ta’mir masjid yang punya uang banyak.
Saya katakan ya, memang dari dulu saya sering mengamati, bahwa memang sebenarnya, jika baitul mal masjid itu benar – benar berfungsi, maka masalah pengentasan kemiskinan kaum dhuafa Insya Allah terselesaikan. Namun sayangnya di daerah kami ini, entahlah di daerah lain ya, yang jelas kaum ta’mir masjid sama sekali tidak paham dengan system baitul mal. Padahal system baitul mal yang diwariskan oleh Nabi Muhammad sejak dulu sudah terbukti mampu menuntaskan permasalahan ekonomi kerakyatan. Kita malah percaya dengan system kaum kapitalis.
Dalam penerapan baitul mal masjid, seandainya jalan. Maka akan banyak kaum dhuafa yang tertolong. Jika dalam system kapitalis, modal diberikan jika ada jaminan dan pengembaliannya pun ada bunganya. Beda dengan system baitul mal. Modal diberikan kepada kaum dhuafa yang ingin berusaha tanpa jaminan dan bunga. Modal bersih diberikan. Kecuali jika orang yang dibantu tadi sudah mampu, maka ia wajib mengeluarkan zakat hartanya ke baitul mal lagi. Yang selanjutnya akan digunakan untuk membantu saudara – saudara lainnya lagi. Beda dengan system kapitalis. Sudah harus ada jaminan, uang disamping harus dikembalikan juga ditambah dengan bunga yang mencekik. Jika tidak mampu membayar angsuran, maka jaminan akan hilang lenyap. Itukah system yang kita banggakan bisa mengentaskan kemiskinan bangsa kita ???
Dalam system baitul mal, sebenarnya yang terjadi adalah, dana dari ummat, dikelola oleh ummat dan digunakan untuk ummat. Setiap hari dana terus masuk mengalir, khususnya hari jumat dan hari – hari besar islam. Belum lagi yang membayar zakat harta dan zakat profesinya. Dana yang terkumpul luar biasa banyaknya. Nah, dana – dana tersebut jika disalurkan dengan baik, tepat guna dan tepat sasaran, maka tidak ada lagi masyarakat dhuafa yang menderita. Apalagi kalau kaum tersebut diberi modal usaha untuk memperbaiki taraf ekonomi mereka. Namun sayangnya dana – dana baitul mal justeru tertahan di rekening milik masjid. Mengendap sampai ratusan juta. Hanya digunakan untuk merehab masjid, mempermegah masjid. Masjid sudah megah, masih terus dipoles dan di permewah. Sementara di sekitarnya masih banyak kaum dhuafa yang keleleran kelaparan. Subhanallah…..
The Mirror stone, 27.10.2018