Zaman Nabi Muhammad SAW serta
para sahabatnya, peran masjid sangat penting. Disamping sebagai tempat ibadah
utama dan sunnah, masjid juga digunakan sebagai wadah pengkaderan, penanaman
doktrinasi, pembahasan masalah – masalah keumatan, sampai ke masalah – masalah
ekonomi social kemasyarakatan. Dan yang paling fenomenal diantaranya adalah,
baitul mal masjid. Lewat baitul mal inilah upaya – upaya pengentasan masalah
keuangan ekonomi masyarakat dilakukan.
Semua zakat, infak dan sadaqah
masuk baitul mal, untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan,
khususnya yang masuk kategori 7 orang penerima ZIS. Beda dengan baitul mal
masjid di zaman sekarang ini. Kebanyakan ta’mir masjid tidak memahami.
Kadangkala ada kas masjid yang sampai ratusan juta, namun sama sekali tidak
bermanfaat. Kadang ada disekitar masjid, kaum dhuafa yang kelaparan, anak –
anaknya tidak sekolah, atau kekurangan baju. Namun lucunya masjid justeru megah
dan berkilauan. Kas baitul malnya ratusan juta. Sebuah ironisme…
Dalam sebuah dialog singkat saya
dengan salah satu calon senator Kaltim lewat sms. Saya katakan, ada seorang
teman sedang terlilit utang rentenir, apakah sampean ada solusinya. Jawaban
beliau singkat, buntu dan tidak ada solusinya. Kecuali para ta’mir masjid yang
punya uang banyak.
Saya katakan ya, memang dari dulu
saya sering mengamati, bahwa memang sebenarnya, jika baitul mal masjid itu
benar – benar berfungsi, maka masalah pengentasan kemiskinan kaum dhuafa Insya
Allah terselesaikan. Namun sayangnya di daerah kami ini, entahlah di daerah
lain ya, yang jelas kaum ta’mir masjid sama sekali tidak paham dengan system
baitul mal. Padahal system baitul mal yang diwariskan oleh Nabi Muhammad sejak
dulu sudah terbukti mampu menuntaskan permasalahan ekonomi kerakyatan. Kita
malah percaya dengan system kaum kapitalis.
Dalam penerapan baitul mal
masjid, seandainya jalan. Maka akan banyak kaum dhuafa yang tertolong. Jika
dalam system kapitalis, modal diberikan jika ada jaminan dan pengembaliannya
pun ada bunganya. Beda dengan system baitul mal. Modal diberikan kepada kaum
dhuafa yang ingin berusaha tanpa jaminan dan bunga. Modal bersih diberikan.
Kecuali jika orang yang dibantu tadi sudah mampu, maka ia wajib mengeluarkan
zakat hartanya ke baitul mal lagi. Yang selanjutnya akan digunakan untuk
membantu saudara – saudara lainnya lagi. Beda dengan system kapitalis. Sudah
harus ada jaminan, uang disamping harus dikembalikan juga ditambah dengan bunga
yang mencekik. Jika tidak mampu membayar angsuran, maka jaminan akan hilang
lenyap. Itukah system yang kita banggakan bisa mengentaskan kemiskinan bangsa
kita ???
Dalam system baitul mal,
sebenarnya yang terjadi adalah, dana dari ummat, dikelola oleh ummat dan
digunakan untuk ummat. Setiap hari dana terus masuk mengalir, khususnya hari
jumat dan hari – hari besar islam. Belum lagi yang membayar zakat harta dan
zakat profesinya. Dana yang terkumpul luar biasa banyaknya. Nah, dana – dana
tersebut jika disalurkan dengan baik, tepat guna dan tepat sasaran, maka tidak
ada lagi masyarakat dhuafa yang menderita. Apalagi kalau kaum tersebut diberi
modal usaha untuk memperbaiki taraf ekonomi mereka. Namun sayangnya dana – dana
baitul mal justeru tertahan di rekening milik masjid. Mengendap sampai ratusan
juta. Hanya digunakan untuk merehab masjid, mempermegah masjid. Masjid sudah
megah, masih terus dipoles dan di permewah. Sementara di sekitarnya masih
banyak kaum dhuafa yang keleleran kelaparan. Subhanallah…..
The Mirror stone, 27.10.2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar