Saya lahir diatas sebuah batang
kayu yang bernama rumah lanting di sungai alalak, brangas, Kalimantan selatan,
tepat pada subuh yang indah hari Rabu tanggal 10 November 1971. Orang sedang
ramai memperingati hari Pahlawan ketika itu. Tidak ada yang aneh, kecuali fakta
bahwa tubuh saya ketika bayi berbelang merah dan putih. Kemudian saya diobati
oleh para tetua kampong saya ketika itu, sehingga kemudian kulit saya kembali
normal seperti bayi – bayi lainnya.
Sebagaimana bayi yang lahir di kampong
pedalaman Kalimantan, saya pun mendapat beberapa wasiat. Antara lain yang saya
ketahui adalah, bahwa saya di prediksi akan meninggal Karena di patuk ular atau
mati tenggelam di lautan. Karena itu saya disuruh menjauh dari dua tempat
tersebut, yaitu hutan belantara dan lautan. Hal yang kedua adalah, saya
dilarang keras memakan keong mas. Karena itu merupakan pantangan untuk penyakit
saya tadi. Ada hal yang ketiga ? saya tidak tau.
Kehidupan saya masih bayi, tidak
banyak saya ketahui, karena ingatan saya belum terlalu kuat. Yang saya ingat,
hanyalah sebuah kejadian terjadi kebakaran didekat lanting rumah saya. Itu saja
yang saya ingat.
Tahun 1985, saya bersama keluarga
pindah ke sebuah tanah harapan bernama Bontang. Papa saya diterima berkerja di
sebuah PT yang baru buka bernama PT. Bethel Indonesia. Seingat saya beliau di
terima sebagai sopir. PT. Bethel kemudian berubah menjadi PT. Badak Indonesia
LNG. Alhamdulillah kehidupan kami mulai beranjak baik. Gaji Papa ketika itu
berkecukupan. Aku sendiri di sekolahkan di SD. Vidatra Bontang.
Tepat usia yang ke 10, terjadilah
sebuah peristiwa yang merubah kehidupanku.
Malam itu Papa pulang membawa seorang Wanita kerumah. Dan
memperkenalkannya sebagai isteri kedua beliau. Betapa marahnya Mama malam itu. Terjadilah
perang dan cekcok perkepanjangan. Aku kemudian dibawa Papa ke rumah temannya.
Namun entah mengapa malam itu bapak tiba – tiba mengajak aku pulang ke rumah.
Dan fakta yang mengejutkan kami berdua adalah, mama telah terkapar diatas
sajadah dengan mulut berbuih racun serangga.
Malam itu juga mama langsung
dilarikan kerumah sakit Bontang. Untunglah dengan kesigapan para dokter, nyawa
mamaku tertolong.
Dan setelah kejadian itu,
terjadilah proses perceraian antara Mama dan Papa. Aku kemudian di bawa mama
pulang ke Kuala Kapuas Desa Barimba. Aku kemudian dititipkan dirumah Kakek dan
Nenekku. Mama sendiri kemudian menghilang entah kemana. Hanya sekali -kali ia
mengirim uang lewat pamanku.
Aku kemudian bersekolah di SD Barimba. Baru
berjalan setahun, suatu hari tiba – tiba kakekku dari pihak Papaku datang
menjemputku dan membawaku ke Banjarmasin. Katanya aku mau di sunat. Akupun mau
saja ikut beliau. Karena ia berjanji akan memepertemukan aku dengan papaku.
Dan memang benar saja, di
Barimba, aku bertemu kembali dengan Ayahku bersama isteri keduanya. Setelah
satu minggu habis disunat, aku kemudian diajak ayah ke Balikpapan. Di sana aku
dipertemukan dengan mamaku. Ternyata mamaku selama ini berada di Balikpapan.
Aku kemudian melanjutkan sekolah dasarku di Balikpapan. Dan tinggal bersama
mamaku di sana.
Baru satu tahun berselang, mama
berkata kalau dia mau menikah lagi. Entah kapan menikahnya, kemudian aku diajak
pindah ke Bontang. Di sana aku bertemu dengan Ayah tiriku untuk pertamakalinya.
Di Bontang, kami tinggal di daerah Brebas, dibelakang sebuah penginapan yang
bernama Wijaya. Sempat beberapa bulan di sana. Sebagai anak yang masih kecil,
aku cukup di sayang oleh kedua orangtua tersebut.
Kemudian kami pindah ke
Samarinda. Di Samarinda inilah, akhirnya SD bisa kuselesaikan. Bayangkan SDku
saja sampai 4 tempat. Kemudian aku lanjut masuk ke SMP Setia Agung Samarinda.
Dan lanjut ke jenjang SLTA di SMA Muhammadiyah 2 Samarinda. Kami cukup lama
tinggal di Teluk Lerong Ilir Samarinda ulu, dibelakang kantor kelurahan. Mamaku
saja sempat memelihara 3 bayi tetangganya. Sampai pada suatu ketika, Papaku di
terima berkerja di Tarakan. Mamaku kemudian menyusul ke Tarakan. Karena di sana
mereka ambil 1 buah rumah di Perumahan BTN PT. Intracawood Mfg.
Tinggal aku sendiri di Kota
Samarinda, melanjutkan kuliah di STIE Muhammadiyah Samarinda, mulai tahun 1993
sampai 1998. Rentang waktu yang sangat lama. Tahun 1998 akhir aku menikah
dengan salah satu mahasiswi STIEM anak Mapala. Tahun 1999 lahir anak pertama
kami. Kemudian tahun 2000 lahir anak kedua dan tahun 2002 lahir anak lelaki
yang gendut dan bulat, mirif sinchan masih bayi.
Awalnya aku berkerja di Akper
Muhammadiyah sebagai tenaga pembantu umum. Malamnya buka kantin di STIE
Muhammadiyah. Karena ada kewajiban sebagai penerima beasiswa harus membantu
kerja bakti di kampus. Maka saya dan beberapa teman, kalau malam membersihkan 8
kelas setiap malamnya.
Aku dan teman – teman tinggal di
Asrama di bagian belakang kampus. Kami ada 5 mahasiswa yang menempati asrama
tersebut. Ketiga anakku semuanya lahir
disana. Sampai kemudian kami akhirnya dihimbau untuk mengosongkan asrama
tersebut, karena konon katanya akan di bangun mesjid.